BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 10 Juli 2012

22. Alexander Hare dan Selir-Selirnya di Pulau-Pulau Kelapa (3)

Bagaimana dengan “Hippomenes” yang sekarang berlabuh dekat pulau Direction sesudah para penumpang dan muatan lain di dalamnya diturunkan di pulau-pulau yang sudah dipilih Hare? Kapal layar kecil itu akan tetap dipakai selama dia dan rombongannya tinggal di Kokos.

Direction Island Pulau Direction

Sesudah dikosongkan, Hare mengirim Ogilvie bersama kapal itu ke Batavia. Tugasnya: membeli sebuah mesin pemroses daging kelapa tua menjadi minyak goreng, mengadakan kontak tentang pembelian minyak kelapa yang dihasilkan di Kokos, membawa pulang kebutuhan mereka di Kokos (beras, kambing, domba, babi, dan tanah menanam yang subur untuk menyuburkan tanah pertanian di tempat pemukiman Hare), dan menyerahkan sepucuk surat Hare kepada seorang perantara pemerintah di Batavia yang di dalamnya Hare meminta izin tinggal lagi di Hindia Belanda.

Tentang permintaan izin tinggal tadi, dia tampaknya sudah merasa kepulauan Kokos bukan tujuan terakhir kehidupannya yang bergejolak. Dia barangkali sudah tahu cepat atau lambat kepulauan Kokos akan dikuasai entah Inggris entah Belanda. Untuk alasannya sendiri, seperti keinginannya beristirahat bersama keempat belas selirnya di Kokos, dia cenderung kepada pemerintah Belanda sebagai penguasa kepulauan itu. Dia juga barangkali gelisah memikirkan kembalinya John Clunies Ross ke Kokos.

Selama dia menjadi penguasa tunggal dan tinggal di Kokos, dia ingin juga berplesiran dengan selir-selirnya di pulau-pulau terpencil tertentu yang sudah diamatinya. Untuk itu, dia akan pergi ke sana dengan memakai sejenis perahu buatan pribumi Hindia Belanda yang disebut perahu mayang. Perahu itu ditinggalkan Hill Gibson, seorang kelasi Inggris yang sudah tinggal bersama beberapa orang pribumi asal Hindia Belanda di pulau West selama setahun. Dia pernah berjumpa dengan Hare di “Hippomenes” tapi kemudian meninggalkan pulau West. Panjang perahu itu sekitar dua belas meter dan bisa memuat sekitar selusin orang.

Rencananya akhirnya dilaksanakan untuk pertama kali. Tapi yang mendayung perahu itu bukan laki-laki melainkan beberapa orang budak wanitanya. Perahu itu bisa didayungi tiga pasang wanita itu pada setiap sisi luar badan perahu itu. Mereka berdayung lewat sebuah laguna yang airnya tenang dan tidak berombak. Hare tidak berdayung tapi duduk di buritan yang lebih tinggi sambil memandang ke bawah pada selir-selirnya yang tengah mendayung.

laut kokos Suatu pantai dan laut yang biru dan jernih dengan perahu bermotor tempel di suatu pulau di Keeling masa kini

Dia bisa menikmati perbedaan-perbedaan lahiriah yang menonjol dari semua budak wanita itu yang berasal dari berbagai kawasan di Asia Tenggara. Dia memerhatikan rambut keriting yang lebat dari budak wanitanya asal Biak di Nieuw-Guinea dan tahu bahwa rambut itu memiliki struktur yang begitu padatnya sehingga butir-butir air  bagai mutiara yang mengkilap akan tampak di atasnya. Sementara itu, air laut akan memberi kilauan yang lebih dalam pada ikal rambut biru hitam yang panjang dari kekasihnya asal Timor. Tak bosan-bosannya dia menikmati perbedaan warna kulit selir-selirnya, dari warna kayu eboni hitam yang mengkilap sampai dengan warna kulit wajah coklat muda.

Hare tetap di perahu itu ketika wanita-wanitanya masuk ke hutan pulau yang disinggahi untuk memakai pakaian mandi. Lalu, mereka keluar dari balik dahan-dahan, sama sekali bugil kecuali memakai kain sarung berwarna-warni yang sebentar akan diikat keliling dadanya. Terkadang, mereka berdiri sebentar dengan sebagian tubuhnya di atas permukaan air laut; kemudian, dengan gerak yang luwes, mereka berjalan memasuki air laut yang jernih itu. Kain sarung yang  sudah mereka ikat keliling dada menjadi basah, seakan melekat dalam lekukan-lekukan di sana-sini pada tubuhnya. Keadaan ini mengakibatkan payudaranya yang bundar tampak makin besar di atas perutnya yang lunak dan pahanya yang miring sedikit.

Dengan gerak tubuhnya yang hampir alami dan rambutnya yang sering disanggul, mereka berjalan memasuki air laut sampai sebatas bahunya. Dengan gerak tubuh yang mirip antara mereka, budak-budak wanita itu melepaskan kain sarungnya, kemudian seaka-akan melangkah keluar dari air laut dan melipat kain sarung itu dan memegangnya di tangan kiri.

Beberapa orang budak wanita itu tahu apa yang diinginkan Tuan Besar. Mereka berbaring terlentang dan dengan ayunan tangan yang malas membiarkan diri dibuai di atas empasan ombak yang teduh sambil memamerkan kecantikan tubuhnya di bawah laut yang jernih sekali dari laguna itu. Kalau, menurut penilain majikannya, mereka sudah berenang cukup lama, mereka membalikkan urutan upacara plesiran itu.

Masih di bawah air laut, mereka mengikat kain sarungnya keliling pinggang. Barulah tubuh bagian atas dinaikkan ke luar air laut dan, sementara berjalan ke semak-semak yang lebat, sanggul dilepaskan sehingga rambutnya tergerai.

Terkadang, beberapa orang budak wanita berupaya mengambil hati Hare. Mereka berpura-pura tersandung karena sesuatu di pantai pasir dan tanpa sengaja mengakibatkan sarung terlepas. Sekejap mereka berdiri dengan punggung menghadap perahu, dalam keadaan sama sekali bugil. Yang paling brutal di antara mereka berlagak kehilangan sesuatu, membalikkan badan secara cepat, dan melihat langkah kakinya sendiri di pasir sambil melihat ke bawah.

Kalau menurut mereka upacara itu sudah berlangsung lama, mereka berbalik sambil memasang kain sarung sebagai hiasan dan berjalan menuju semak-semak. Kalau wanita-wanita itu lenyap dari pemandangan, Hare melompat dari buritan dan berjalan menuju pantai.

Kebanyakan budak wanita itu melakukan tindakan seksual di hutan tanpa menampakkan emosi apa pun. Meskipun demikian, plesiran dengan tuannya dipandang suatu pergantian suasana hidup yang disambut di tempat tinggalnya yang gelap di rumah Hare.

cocos islands annual lagune swim Berenang tahunan di laguna Kokos masa kini; tampak orang-orang berkulit putih

Sesudah beberapa minggu, “Hippomenes” kembali dari Batavia dengan membawa kebanyakan barang yang sudah dipesan. Dari sedikit yang tidak dipesan secara resmi adalah pesanan rahasia dari seorang budak wanita Hare.

Awak kapal itu melakukan juga pembelian menurut caranya sendiri. Sarinten Jagolan, budak wanita asal Sunda dan yang paling cantik di antara keempat belas selir Hare dan juga memakai gelang rotan di lengan kanan atasnya, diam-diam sudah membeli lewat seorang kelasi pribumi sekantong kecil rempah-rempah yang mahal pada seorang penjual obat-obat tradisional di Bogor. Itu buah-buahan dan dedaunan yang dikeringkan, suatu obat mujarab untuk menggugurkan kandungan.

Sarinten, dan banyak budak wanita lainnya, tidak mau melahirkan anak untuk tuannya yang berkulit putih. Karena nasibnya, mereka menerima statusnya sebagai gadis-gadis penghibur bagi tuannya asal Inggris. Tapi mereka tidak sudi melahirkan anak-anak dari tuannya dan tetap menjadi budak-budak.

(Bersambung)

0 komentar: