BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 27 Juli 2011

14. Jungle Pimpernel 3 (Revisi)

jungle pimpernel2 Anthony van Kampen yang pertama kali ke pegunungan tengah Nieuw Guinea Belanda bukan hanya sangat terkesan  dengan apa yang dia alami, terutama kedahsyatan dan keindahan alam daerah itu. Dia juga mengalami kejutan budaya ketika berjumpa dan berkenalan dengan penduduk Ekari.

Kedahsyatan Pemandangan Alam

Sesudah bangun dari tidurnya pada pagi pertama, dia terpesona dengan pemandangan alam di sekitarnya dan suasana hati yang dibentuknya. Pemandangan alam itu begitu menakjubkan sehingga dia merasa menemukan kembali “firdaus yang hilang”.  Firdaus itu berisi ketenangan, kedamaian, dan kesuburan tanah.

Lembah Danau Paniai terletak pada ketinggian 1.740 meter di atas permukaan laut. Pada waktu itu, nyamuk malaria tidak bisa hidup pada ketinggian ini. (Masa kini, pemanasan global yang mengganggu pola cuaca dan iklim mengakibatkan kawasan setinggi ini menunjukkan suhu yang meningkat dan mengakibatkan nyamuk malaria bisa hidup di situ.)

kapauku papuans1

Judul sampul depan buku tulisan Leopold Pospisil (1958)

Di belakang lembah tempat dia menginap tampak Deijay, gunung terbesar yang mengelilingi Danau-Danau Wissel. Tapi gunung itu ditakuti orang-orang Ekari; mereka membicarakannya dengan rasa hormat. Menurut kepercayaan orang Ekari, Deijay berhubungan dengan setan-setan, dengan suatu kuasa ilahi, dengan Dewa.

Tapi kekaguman van Kampen pada keindahan pemandangan alam di lembah itu, menurut Jungle Pimpernel, bersifat semu. Apa yang sangat dikagumi van Kampen sebagai suatu firdaus akan berubah kalau dia tinggal lebih lama di Paniai. Ada kejadian-kejadian di situ yang tidak lagi berhubungan dengan firdaus itu.

Pesona kedahsyatan alam Nieuw Guinea Belanda, seperti yang disaksikan van Kampen dari Catalina ketika terbang di atas Pegunungan Tengah yang belum dipetakan waktu itu, cenderung diperikan secara puitis. Sebelum pesawat terbang itu mendarat di Paniai, dia untuk pertama kali menyaksikan “tanah Papoea” dari udara, tanah yang tampak seperti adanya pada hari pertama penciptaan Bumi oleh Allah.

Matahari berputar menembus lapisan kabut paling atas dan bersinar di atas bumi. Pada saat yang sama dunia mewarnai dirinya dengan warna merah tua, lembayung, dan ungu. Itu suatu pemandangan yang tak terlupakan dan sangat menggugah perasaan. Inilah bumi yang buas, buas dan kosong seperti pada hari penciptaan pertama. Buas dan kosong dan liar. Bukit batu, batu keras, dan ngarai. Bumi, dalam bentuknya yang paling kering, dalam keadaan sebagaimana sang Pencipta segala sesuatu menjadikannya pada waktu Dia memisahkan air dari materi padat” (halaman 98).

Dan barangkali keadaannya memang demikian supaya Pencipta Agung dari alam semesta sesudah menciptakan Bumi masih memiliki sisa bukit batu, batu keras, dan alam liar yang Dia  hamburkan di pojok belakang Dunia yang baru saja diciptakan. Dan itulah Nieuw Guinea”  (98).

Nieuw Guinea, seperti yang dipersepsi van Kampen dari udara, adalah suatu “kerajaan gunung dan hutan rimba, kerajaan zaman batu, dunia yang hilang. Ya, demikianlah keadaan semuanya pada hari pertama penciptaan. Demikianlah dunia Nieuw Guinea pada hari Allah menciptakannya. Demikian megah, demikian dahsyat, demikian hebat bentuk dan ukurannya. Tidak satu pun di tanah ini manusiawi. Di dalam semuanya, Anda mengenal tangan Allah, Penciptaan dan Kekekalan” (100).

Kejutan Budaya

Perkenalan lebih jauh yang memberikan kejutan budaya kepada Anthony van Kampen terjadi di rumah Pendeta Kenneth Troutman. Di situ dia berkenalan dengan empat orang lelaki Ekari yang memakai koteka. Troutman seorang misionaris Protestan asal AS yang bekerja untuk CAMA (Christian and Missionary Alliance), suatu badan penginjilan asal AS yang menginjil di kawasan Pegunungan Tengah Nieuw Guinea Belanda menjelang PD II. Dia kenal baik Dr. J.V. de Bruyn. Troutman hidup dan bekerja sebagai seorang misionaris Protestan di antara suku Ekari, sangat dihormati penduduk setempat.  Dia mengundang de Bruyn, Mieke, van Kampen, Komandan Catalina dan koleganya ke rumahnya dan menjamu mereka. Mereka kemudian bermalam di rumah sang pendeta. Kejutan budaya akan dialami van Kampen sesudah jamuan itu.

Sambil duduk di sebuah kursi, dia memberikan sebatang rokok merek Virginia kepada seorang lelaki Ekari yang duduk paling dekat dengan dia. Di luar dugaan, lelaki itu menerima rokok itu, mematahkannya menjadi dua bagian, memasukkan salah satu bagian langsung ke dalam mulutnya, mengunyahnya bersama dengan kertas pembungkus rokok itu, dan menusukkan bagian lain menembus lubang salah satu daun telinganya – suatu hiasan yang baru dan unik! Lelaki itu yang barangkali belum pernah melihat rokok Virginia pasti mengira batang rokok  itu bisa dimakan dan dijadikan hiasan daun telinga yang dilubangi.

kapauku papuans2 Beberapa orang lelaki Kapauku, sekarang disebut suku Me, dengan seorang lelaki memikul seekor babi yang baru saja dibunuh.

Van Kampen kemudian belajar cara bersalaman unik suku Ekari dari lelaki yang menerima tawaran rokok dari dia. Mereka berdiri saling berhadapan dengan saling mengepalkan tangan; tangan yang dikepal kemudian dijulurkan agar bisa saling bersentuhan. Lelaki Ekari itu lalu merenggangkan sedikit jari telunjuk dan jari tengahnya lalu menjepit jari tengah van Kampen, dan menariknya tiga kali ke kiri dan ke kanan sehingga menghasilkan suatu bunyi “klik” – suatu tanda persahabatan antara mereka berdua. Sambutan ketiga lelaki Ekari yang lain? “Yang lain secara bersemangat mengetok-ngetok koteka mereka” ( 113). Komentar van Kampen tentang perilaku persahabatan orang Ekari, “… saya tahu bahwa pada saat itu saya sudah mendapat sahabat-sahabat pertamaku di antara orang-orang Ekari di Danau Paniai” (113).

Pada saat itu juga, dia makin menyadari dia berada di “salah satu kawasan paling aneh di dunia” (113). Penduduknya belum pernah berhubungan dengan bangsa-bangsa lain, tinggal terpisah, dan menjalani hidupnya.

Semakin lama bergaul dengan orang Ekari semakin bertambah kejutan budaya yang dialami van Kampen. Dari “kawasan paling aneh”, dia melangkah makin jauh ke dalam kehidupan yang “ajaib sekali” dari orang Ekari. Katanya, ajaib sekali kehidupan di daerah kediaman suku Ekari. Setiap saat dan setiap hari, dia berhadapan dengan “penemuan-penemuan yang baru” (117). Dia menyadari berada dalam suatu dunia yang terkebelakang selama banyak abad dari peradaban Barat abad ke-20, “tetapi kejutan-kejutan yang saya terima begitu berat sehingga saya sering harus mengingatnya” (117).

Kejutan-kejutan budaya lain apakah yang dia terima dan ingat? Pada dasarnya, kejutan-kejutan itu berasal dari perbedaan-perbedaan khas atau unik antara peradaban Barat dan kebudayaan material dan spiritual suku Ekari, termasuk kecenderungan psikologis, pandangan-dunia, tradisi, dan perilaku budaya mereka. Mereka juga mendeita berbagai penyakit dan rentan terhadap penyakit dari luar daerahnya.

Van Kampen mengamati bahwa penduduk Ekari sangat emosional. Berkali-kali, dia menyaksikan orang Ekari yang bertemu kembali Kontrolir de Bruyn begitu gembira sehingga mereka benar-benar menangis. Ekspresi dari kecenderungan psikologis ini menunjukkan bahwa mereka orang yang “polos” atau tulus hati.

Wanita dan lelaki tinggal terpisah. Wanita tinggal di rumah wanita dan lelaki di rumah lelaki. Sampai batas usia tertentu, anak-anak tinggal bersama ibunya. Wanita yang tampak sibuk bekerja atau berjalan ke suatu tempat menyompoh (pada jidatnya) tali pegangan kantong tradisional yang disebut noken atau nokeng. Nokeng itu berisi ubi jalar, barangkali garam, gigi babi, kerang kauri sebagai mata uang tradisional orang Ekari, dan bayi.

kapauku papuans3 Beberapa orang wanita Kapauku dan anak-anaknya, menyompoh nokeng.

Van Kampen mengamati juga kebiasaan berduka yang tidak dia temukan di Belanda dari suku Ekari. Seorang wanita Ekari yang kehilangan anaknya menandakan kedukaannya dengan memotong salah satu jarinya atau lebih dari itu!  Dia menyaksikan lelaki dewasa yang tulang rawan hidungnya berlubang karena dibor dan memahami fungsi koteka, busana tradisional kaum lelaki Ekari.

Sekalipun suku Ekari masih hidup dalam Zaman Batu dan belum secara massal menjadi penganut Kristen, mereka punya moral pernikahan yang keras. Pernikahan bagi mereka adalah keramat. Karena itu, siapa pun yang diketahui melakukan perzinahan dikenakan hukuman berat, terkadang berbentuk hukuman mati: mereka yang terbukti melakukan perzinahan, lelaki atau wanita, dipanah sampai mati.

Sebagai orang Papua gunung, orang Ekari bukan pengembara. Tapi mereka suka bepergian selama berbulan-bulan. Biasanya, para lelaki dewasa yang melakukan perjalanan macam ini.

Dalam perjalanan itu, mereka menunjukkan rasa takut akan Mado. Dia dipercaya adalah setan putih berbadan besar, berambut panjang dan uban, dan berumah di air. Ketika pulang ke rumah dari perjalanannya, lelaki Ekari membawa pulang cangkang kerang kauri, mata uang bernilai tinggi bagi mereka.

Kehidupan sehari-hari suku Ekari sederhana. Makanan pokoknya adalah ubi jalar, ditambah buah-buah dari kebun pisang. Baik ubi jalar maupun buah pisang itu biasanya mereka bakar. Mereka juga makan tebu dan talas.

kapauku papuans4 Buah-buahan dan sayur-sayuran tertentu hasil perkebunan orang Kapauku

Sayur dan masakan lain mereka panaskan dalam lubang yang mereka gali ke dalam tanah. Lubang itu mereka isi dengan batu-batu berukuran tertentu. Dengan kayu bakar dan arang yang menyala, batu-batu itu mereka panaskan sampai tampak merah keputih-putihan. Sayur dan masakan itu lalu mereka letakkan di atas batu-batu yang sangat panas itu dan menutupnya dengan dedaunan tertentu. Sesudah waktu tertentu, daun-daun penutup itu dibuka dan masakan mereka sudah siap untuk dimakan.

Menu mereka jarang mencakup makanan hewani, kecuali jenis udang tertentu yang hidup di danau. Mereka memelihara babi hutan sebagai harta kekayaannya; karena itu, daging babi jarang mereka makan.

Babi bahkan adalah harta paling berharga suku Ekari. Semua pertikaian dan perang di antara mereka pada dasarnya dimulai dengan seekor babi. Babi itu entah dibunuh, dicuri, dipanah tanpa sengaja, entah lenyap.

Ada berbagai hewan liar yang menarik perhatian van Kampen. Itu mencakup kanguru kerdil, berbagai jenis hewan berkantung, kasuari, dan berbagai jenis burung, terutama burung cenderawasih, parkit, kakatua, dan nuri. Tapi dia bingung tentang kontradiksi alami pada burung cenderawasih. Ia indah tapi teriakannya buruk – suatu pertentangan dalam ciptaan.

Hewan-hewan lebih kecil pun ada. Termasuk tikus, semut, dan anjing yang tidak bisa menyalak. (Bersambung)

0 komentar: