BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 03 Agustus 2011

15. Jungle Pimpernel 4

 jungle pimpernel2 Jenis fauna dan flora lain menarik perhatian Anthony van Kampen. Itu mencakup hewan-hewan liar lain: ular, kanguru pohon dan kanguru hutan, kuskus, dan babi hutan. Dia secara khusus terpesona dengan padang bunga anggrek yang dilihatnya; padang bunga anggrek itu “paling indah dan paling langka di bumi” (127).

Watak, Penyakit, dan Firdaus Semu Ekari

Beralih ke orang Ekari, dia menangkap suatu sisi watak mereka dan watak penduduk Papua gunung pada umumnya.  Menurutnya, mereka terus-terang, terbuka, blak-blakan. Mereka datang tenang menuju Anda dan melihat ke Anda langsung di mata. Menurut van Kampen, mereka jelas menunjukkan bahwa mereka tidak lebih rendah di tanahnya sendiri.

Van Kampen pun menyadari bahaya dari kerentanan mereka terhadap penyakit dari luar di samping penyakit-penyakit lokal yang mereka derita. Penduduk Ekari di lembah-lembah Danau Wissel tidak mengenal penyakit-penyakit yang ada di Barat, seperti tuberkulosis, kanker, dan penyakit kelamin. Tspi mereka menderita penyakit lain yang berasal dari lingkungan hidupnya, termasuk frambusia dan struma.

Untuk mengobati penyakit-penyakit itu, JP sudah membawa persediaan obat dalam jumlah besar. Setiap hari, orang Ekari yang menderita penyakit-penyakit itu diberi suntikan salversan.

Secara khusus, apa pandangan JP tentang penduduk Ekari? Mereka bahagia dan tidak bahagia. Mereka bahagia karena tinggal di salah satu dari sedikit kawasan yang sangat subur dan jelas adalah suatu firdaus di Nieuw Guinea Belanda. Tapi mereka tidak bahagia karena mengalami perang-perang suku dengan banyak korban.

Anthony van Kampen yang mendalami kebudayaan rohani suku Ekari menyiratkan pernyataan Jungle Pimpernel sebelumnya bahwa keindahan alam di lembah-lembah Wissel menampakkan suatu firdaus semu. Ada peristiwa-peristiwa di situ yang bukan bagian dari firdaus; kejadian-kejadian itu berhubungan dengan kepercayaan tradisional mereka.

danau paniai
Danau Paniai yang indah menjelang terbenamnya matahari

Kepercayaan Tradisional

Tanah suku Ekari penuh dewa-dewa, roh-roh, dan setan-setan. Termasuk kepercayaan mereka akan Mado, setan air yang sangat ditakuti orang Ekari.

Tanah Ekari penuh desas-desus aneh. Terjadi hal-hal yang JP dan rekan-rekannya dari Hindia Belanda – oleh orang Ekari disebut  “orang-orang dari tanah Surabaya” – tidak pahami.

Salah satu terjadi di kampung Hadah, tempat tinggal Soalekigi. Suatu malam, JP duduk bersama Soalekigi di gubuknya, diterangi bulan. Ada tiga kali ketukan di pintu gubuk itu. Tiga kali pula Soalekigi berdiri membuka pintu keluar gubuknya, tapi dia tidak melihat siapa pun. Dia percaya yang mengetuk pintu gubuknya adalah dua orang saudara lelakinya yang sudah meninggal dunia. Menurut Soalekigi, kedua saudaranya sudah ada di gubuk itu meskipun mereka tidak tampak. JP segera menyaksikan Soalekigi berbicara panjang dengan mereka berdua! Sesudah itu, mereka berdua, menurut penglihatan batin Soalekigi, pergi.

Ke mana perginya jiwa lelaki dan wanita yang sudah meninggal dunia? Ke maikai, ke laut. Itulah tempat perhentian, nirwana, bagi penduduk Papua gunung. Ada banyak perempuan, babi, kapak, dan kelimpahan dari tebu, ubi jalar, dan talas di maikai.

Ada juga desas-desus tentang orang Papua putih yang berekor. Mereka dipercaya tinggal di suatu lembah tidak terkenal tidak jauh dari Danau Paniai. Tapi JP yang sudah menelusuri desas-desas ini tidak menemukan bukti adanya orang Papua putih yang berekor.

Makna  dan Asal Cangkang Kerang Kauri

Cangkang kerang kauri (yang kosong) memainkan peranan yang penting dalam kehidupan penduduk Ekari. Seperti yang sudah dikatakan, ia adalah mata uang tradisional penduduk Papua gunung. Bukan saja barang bisa dibeli dengan kawri; wanita pun bisa dibeli dengan mata uang tradisional ini. Seorang wanita Ekari bisa dibeli dengan antara 20 dan 40 kauri.

Tapi ini bukan satu-satunya peranan kauri bagi mereka. Ada peranannya yang lain.

Dalam hubungan dengan kepercayaan tradisional mereka, kauri adalah juga penangkal setan, jimat, dan pembawa keberuntungan dan keselamatan. Selain itu, kauri melambangkan kekuatan dan kuasa lain: kesuburan, perkawinan, dan peletan atau pekasih cinta.

Dari mana asalnya cangkang kerang kauri dan bagaimana ia mendapat nilainya sebagai mata uang orang Papua gunung? Cangkang kerang kauri berasal dari laut dan dibawa ke Lembah Baliem sebelum ia dibawa ke Paniai. Semakin jauh dari laut, semakin mahal kauri itu sebagai mata uang.

Pemerintah dan misionaris Belanda memahami kauri sebagai suatu alat bayar. Tapi mereka juga membayar penduduk Papua gunung dengan kapak besi dan tembakau.

Jungle Pimpernel  dan Penduduk Ekari

Sebagai seorang pegawai pamong praja, JP tidak saja menghadirkan pemerintah Belanda melalui pendirian pos pemerintahan dan pengibaran bendera Belanda di Paniai. Dia juga menegakkan kewibawaan pemerintah, di antaranya melalui pengadilan. Tapi pengadilan itu dituntun juga oleh kearifan yang dia peroleh dari pergaulannya yang erat dengan penduduk Ekari, pertimbangan akan keadilan berdasarkan hukum modern,  dan ditunjang oleh rasa hormat yang dalam dari penduduk padanya. Begitu besarnya rasa hormat mereka sehingga JP dijuluki seorang “blanke papoea” atau “Papua kulit putih” oleh van Kampen (119).

Ini suatu julukan bukan tanpa fakta. JP, misalnya, menceritakan pengalamannya hidup bersama orang Papua gunung, terutama selama PD II. Dia berkisah tentang kesetiaan mereka padanya, tentang caranya dia hidup dan makan seperti mereka. Selama itu, dia pernah menderita penyakit kekurangan vitamin A, sering menderita kelaparan, dan sebagai akibatnya pernah makan daging tikus tanah.

Dua hari sesudah kedatangan JP dan rombongan di Paniai, JP  mengadakan sidang “pengadilan” di tempat terbuka di lembah itu. Sidang itu diikuti penduduk Ekari dan disaksikan van Kampen. Sebelum meninggalkan pos pemerintahan Belanda di Paniai karena ancaman tentara Jepang, JP, sang Kontolule, sudah menegaskan siapa pun yang berkolaborasi dengan Jepang akan dihukum. Sebagai seorang wakil pemerintah Belanda, dia sekarang akan mendengarkan keluhan-keluhan dari mereka yang menyaksikan lelaki Ekari yang memberi “orang-orang kuning”, yaitu tentara Jepang, makanan.

enarotali masa kini Pemandangan Enarotali masa kini

JP mendengarkan keluhan-keluhan itu dan pertikaian mulut antara penuduh dan tertuduh. Lalu, dengan bijaksana, dia, atas nama pemerintah Belanda di Nieuw Guinea, menjatuhkan keputusan pengadilan. Dia mulai dengan mengucapkan terima kasih atas kesetiaan mereka. Kemudian, dia mengatakan perang sudah berakhir, orang-orang kuning sudah pergi. Sekarang, ada damai. Di seluruh “tanah Surabaya” (Indonesia) dan tanah Ekari. Karena itu, mereka tidak perlu berbicara lagi tentang perang atau memikirkannya lagi. Biarlah mereka melupakan dan mengubur semuanya dan hidup bahagia. Suatu keputusan pengadilan yang tidak saja mengharukan rasa keadilan penduduk Ekari tapi juga arif dan berdasarkan hukum modern.

Sesudah sidang pengadilan itu, JP membagi-bagikan hadiah. Setiap orang Ekari diberi sebuah kapak besi dan sepuluh cangkang kerang kauri. Kepala suku Ekari menerima sepuluh kauri. Sebagai ungkapan rasa terima kasih, orang Ekari melakukan tarian di lembah itu.

de bruijn
Menurut van Kampen, keakraban JP dengan orang-orang Ekari pasti berasal juga dari pengetahuannya yang mendalam, bahkan tentang pikiran-pikiran yang paling dalam dari mereka. Dengan rasa ingin tahu, dia bertanya kepada JP rahasia-rahasia dari seni membuat suku Ekari menceritakan pikiran-pikirannya yang paling dalam. Menjawab pertanyaan van Kampen, JP mengutip Soalekigi yang mengatakan JP berbicara seperti leluhur dia; dengan kata lain, hati, akal budi, dan jiwa JP sudah sama dengan hati, akal budi, dan jiwa leluhur Soalekigi. Itu barangkali seluruh rahasia komunikasi mereka.

Masa Depan Suku Ekari

Pada hari-hari berikutnya, JP sibuk dengan penelitiannya tentang suku Ekari. Dia berbicara serius dengan mereka.

Sering Anthony van Kampen dan Jungle Pimpernel berbicara tentang “bangsa yang mengherankan ini”, yaitu, orang-orang Ekari: tentang masa depan, masa isolasi, dan kontaknya dengan dunia modern di masa depan. Tentang kontak penduduk Ekari dengan dunia modern nanti, van Kampen mengajukan suatu pertanyaan yang sangat penting: “… apakah perkenalan itu akan menjadi suatu berkat atau kutukan” (122)?

Jawabannya atas pertanyaannya sendiri boleh dibilang bersifat visioner. “Sekalipun misi Protestan dan Kristen dan pemerintah berhasil memperkenalkan sedikit pengetahuan pada penduduk paling primitif di bumi ini, akan sangat sulit bagi mereka melakukan lompatan hebat ke depan ke arah peradaban Barat abad keduapuluh” (122).

Ketahanan hidup mereka ke masa depan menjadi suatu keprihatinan van Kampen dan JP. Usia rata-rata suku Ekari pada waktu itu antara 40 dan 50 tahun. Mereka tidak mengenal tulisan. Sejarahnya adalah tradisi lisan yang terdiri dari cerita-cerita, legenda, warisan, saga, dan nyanyian.

Dengan mempertimbangkan sejarah mereka di masa lampau dan masalah ketahanan hidupnya ke masa depan, mereka berdua belum bisa memastikan hasil akhirnya. “Apakah suku Ekari … hasil akhir tiga puluh atau tiga ratus abad atau apakah mereka di ambang meninggalkan Zaman Batu? Tidak ada siapa pun yang tahu. Apakah mereka hasil dari suatu degenerasi [kondisi menjadi makin buruk secara jasmani, moral, atau mental] yang cepat atau apakah justru ada suatu evolusi yang tengah berlangsung” (128)? Demikian van Kampen mengajukan beberapa pertanyaannya dan JP tentang masa depan suku Ekari.

Sementara belum menemukan jawaban akhir atas masalah ketahanan hidup suku Ekari memasuki abad kedua puluh (dan abad kedua puluh satu), van Kampen menyaksikan kegiatan ilmiah Mieke, Dr. de Bruyn, dan Pendeta Troutman untuk membangun dan membina mereka melalui penguasaan bahasanya. Mereka bertiga sibuk dengan masalah bahasa Ekari. Mieke mendasarkan penelitian linguistiknya pada 10.000 kosakata Ekari yang sudah dikumpulkan Dr. de Bruyn. Untuk itu, Mieke memutuskan untuk tinggal selama tiga tahun di antara suku itu.

Kisah Ekspedisi Jungle Pimpernel

Lalu, van Kampen meminta JP bercerita tentang ekspedisi yang dia lakukan ke Beura dan Ielop tahun 1941. Beura adalah daerah aliran sungai dari Beurang dan Ielop adalah daerah aliran sungai dari Ielorang. Ekspedisi itu dilakukan sekitar tiga bulan,  antara 9 Juni sampai dengan 7 Agustus 1941.

Ekspedisi itu bertujuan untuk menjejaki dan memetakan kawasan yang baru. Kawasan itu belum pernah dikunjungi sebelumnya oleh orang kulit putih. Kawasan itu ke arah Timur.

Ekspedisi itu terdiri dari suatu rombongan. Rombongan itu mencakup Kontrolir de Bruyn, seorang komandan polisi lapangan, sembilan agen polisi lapangan, seorang anggota polisi rakyat sebagai seorang pelindung, dan empat puluh orang kuli asal Ayamaru sebagai pemikul barang. Soalekigi, “kakak” de Bruyn pun ikut. Kehadirannya sangat vital karena dia seorang penengah ideal antara berbagai suku dan punya naluri untuk mngadakan kontak-kontak dengan mereka. Total, ada lima puluh tiga orang dalam rombongan itu. Makanan mereka terdiri dari sagu dan nasi sementara alat bayarnya adalah kawri, kapak besi, dan anting-anting.

Apa yang dilakukan Dr. de Bruyn selama ekspedisi itu? Sebagian kegiatannnya diringkas dari tulisan van Kampen berdasarkan catatan de Bruyn :
  •  16 Juni: Untuk penelitian etnografik, Dr. de Bruyn tinggal di bivak. Di sini, dia dikunjungi banyak anggota klen Zonggonau.
  • 20 Juni: Tiga orang suku Dani dari Igindora melakukan kunjungan ke bivak, suatu kunjungan yang mengherankan. Salah satu dari ketiga lelaki itu bisa berbahasa Moni yang dipahami de Bruyn.
  • 21 Juni: De Bruyn menyusun suatu daftar kata singkat bahasa Dani tentang nama-nama anggota tubuh.
  • 10 Juli: Rombongan itu mencapai kampung Biloroma dan disambut  penduduk dengan ucapan selamat datang dalam bahasanya: “Wiwa, wiwa” atau "wi wau, wi wau!”
  • 13 Juli: Daerah Ielorang dicapai.
  • 15 Juli: Tepi kiri Beurang dicapai.
  • 28, 28, 30 Juli: Soalekigi mendapat kabar seorang bayi lelaki lahir satu setengah bulan sebelumnya. JP diminta memberi nama bayinya; dia diberi nama Piet Hein.
  • 31 Juli, 1-6 Agustus: Perjalanan kembali ke Enarotali.
  • 7 Agustus: De Bruyn kembali ke rumahnya di Enarotali.
Rombongan itu yang melakukan patroli ke arah Timur berhasil membuat suatu peta tentang suatu kawasan yang belum dikenal di tengah Nieuw Guinea Belanda. Mereka sudah mengunjungi suatu kawasan seluas 300 kilometer persegi. Selain itu, mereka menghasilkan data pengetahuan ilmiah yang besar tentang penduduk,  catatan etnografik, hal-hal khusus tentang topografi tanah, daftar kosakata, dan peta-peta sketsa.

Mereka, misalnya, menemukan tradisi menjatuhkan hukuman mati bagi lelaki atau wanita yang melakukan perzinahan: dia dipanah sampai mati. Mereka juga menyaksikan upacara menghadiri orang mati, mayat yang dibuang ke sungai, mayat yang dbakar (dikremasi) oleh suku Dani, dan cara bersalaman unik penduduk Papua gunung.

Kembali ke  Biak dan Hollandia

Sesudah berada beberapa hari di Paniai, Anthony van Kampen, de Bruyn, dan awak pesawat terbang kembali ke Biak dan Hollandia dengan Catalina. Akan tetapi, Mieke van der Veer tinggal di Enarotali. De Bruyn ke Biak dan van Kampen ke Hollandia. Di Hollandia, van Kampen menderita demam dan harus istirahat.

(Bersambung)

0 komentar: