BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 13 Juli 2012

24. Alexander Hare dan Selir-Selirnya di Pulau-Pulau Kelapa (5)

Hilangnya Mukina secara tiba-tiba tampaknya membuka suatu zaman baru tidak hanya  bagi wanita-wanita yang paling dicintai Hare. Itu juga membuka suatu zaman baru bagi budak-budak yang bekerja di luar dan di dalam rumah Hare. Mereka makin menyadari pintu ke arah kebebasannya mulai terbuka, di antaranya dengan melarikan diri secara diam-diam lalu menjadi penumpang gelap pada kapal-kapal asing yang makin sering singgah di Kokos.

cocos keeling islands Suatu foto NASA menunjukkan kepulauan Kokos (Keeling) dari luar angkasa

Pintu Kebebasan Makin Terbuka

Sesudah hilangnya Mukina, suasana di antara wanita-wanita Hare tidak lebih baik. Hukuman jasmani yang dilakukan Hare makin kurang berpengaruh. Kebanyakan wanita itu menunjukkan kebencian dan omelan kepada Tuan Besarnya.

Tahun 1829, tahun ketiga Hare tinggal di Kokos, adalah tahun jumlah bawahannya makin menurun. Mutu kerja budak-budak yang bekerja, terutama pada beberapa pulau kecil, makin merosot; mereka juga melakukan perlawanan fisikal. Suasana konflik seperti itu diperkuat dugaan Hare bahwa beberapa di antara budak-budak itu menyelundupkan kopra ke orang-orang Ross di pulau Selatan. Hubungan antara Hare dan bawahannya, termasuk para budak wanitanya, sudah berkembang ke arah konflik.

Makin lama keadaan yang berkembang di antara bawahannya makin buruk karena kebijakan Hare. Dia, misalnya, menetapkan pengurangan jatah makanan bawahannya sambil menunggu kembalinya “Hippomenes” dari Batavia dengan perbekalan makanan yang baru. Akan tetapi, kebijakan ini menimbulkan kemarahan mereka. Selain itu, dia mewajibkan anak-anak berusia lima tahun bekerja bersama orang tua mereka dan memenjarakan mereka kalau mereka mengabaikan kewajibannya. Kebijakan ini pun mendapat protes keras. Dua orang anak berusia lima tahun yang mengabaikan kebijakan Hare dipenjarakan; penjara itu diisi seorang pemuda asal Jawa yang mencoba mendekati salah satu dari ketiga belas selir Hare. Kebijakan Hare tidak populer di antara  bawahannya.

Kebijakannya mulai membuat wibawanya merosot. Hanya dalam satu hari, separuh tenaga kerjanya di bagian utara Honsburgh minggat. Mereka pindah ke pulau Selatan yang dihuni Ross.

Ross menerima mereka sebagai tenaga kerja. Menurut ceritanya pada Ross, mereka diperlakukan dengan buruk dan begitu lapar sehingga Ross, seorang Kristen yang taat, berkewajiban memberi mereka tumpangan dan makanan. Begitu Hare siap memberi mereka makanan yang layak, dia akan mengirimkan mereka kembali padanya.

Pesan Ross menyadarkan Hare bahwa jalan ke arah pembebasan bagi budak-budaknya terbuka lebar. Makin banyak tenaga kerja dia pindah ke pulau Selatan.

Tapi Hare masih punya kebijakan lain yang dia harap akan menghentikan niat selanjutnya dari bawahannya untuk meninggalkan dia. “Hippomenes” kembali sesudah beberapa minggu dari Batavia dengan membawa beras dan barang-barang kebutuhan lainnya bagi Hare dan komunitasnya di Kokos. Jatah makanan nasi yang tadinya dikurangi sekarang ditingkatkan; selain itu, budak-budak wanita diberi gulungan kain katun untuk dibuat menjadi pakaian. Akan tetapi, perbuatan baik Hare ini pun tidak berpengaruh pada mereka. Kejengkelan mereka terhadap kebijakannya yang keras tampak makin berkembang.

Hare Ingin Pindah ke Tempat Lain

Hubungan antara atasan dan bawahan macam ini ikut membuat Hare mulai merasa tidak aman. Kapan saja, dia bisa menghadapi ancaman terhadap keselamatan hidupnya. Demi keamanannya, dia tidak lagi melakukan pelayaran sepanjang kawasan pulau-pulau Kokos. Dia selalu ditemani Ogilvie atau Hutapea, seorang lelaki muda yang kuat asal Batak. Hutapea menumpang “Hippomenes” dari Batavia ke Kokos untuk menjadi seorang buruh lepas. Dia makin berperan sebagai seorang pengawal pribadi Hare. Dia dan Ogilvie selalu membawa pistol yang siap ditembak dan diselipkan di sisi dalam ikat pinggang mereka.

Agustus 1828. Dua orang budak wanita, Nyo An dari Kanton dan Arsia dari Bali, menolak menemani Hare untuk perjalanan plesirannya yang makin berkurang ke pulau Amstrong. Mereka mau asal dilakukan di dalam perahu mayang.

Penolakan seperti itu belum pernah terjadi dan itu membuat Hare berang. Dia menghajar kedua wanita itu begitu keras sehingga mereka berdua hampir mati dan membiarkan mereka tergeletak di pasir. Sesudah kembali dari perjalanan plesiran itu, kedua wanita itu menghilang; mereka dilaporkan tinggal di kampung Selma.

Hare minta mereka berdua dikembalikan, tapi Ross—pendiri kampung Selma—menolak permintaan itu. Dia punya kewajiban Kristen untuk menampung kedua wanita itu dan mertua perempuannya ingin mendidik mereka berdua yang masih muda itu menjadi pembantu rumah tangga. Hare sangat terguncang hatinya oleh rencana mertua perempuan Ross.

Dia makin menyadari pentingnya rencana dia pindah ke tempat lain. Keinginannya yang paling kuat adalah pindah dan tinggal di Hindia Belanda.

Tahun 1831 adalah benar-benar tahun bencana bagi Alexander Hare. Koloni budak-budaknya makin mengecil dan itu lebih menguntungkan mereka. Kemudian, dia mendapat kabar dari London bahwa perusahaan ekspor saudara-saudaranya bangkrut.

Tapi Hare hampir tidak punya kepentingan keuangan dengan perusahaan itu. Dia memutuskan hubungannya dengan perusahaan itu sesudah dia tinggal di Kokos. Tanpa perusahaan itu, dia masih seorang kaya: dia punya batangan emas, perak, dan batu-batu mulia. Kekayaannya dia simpan dalam dua peti uang yang dibuat dari besi; kedua peti besi itu disimpan di bawah tempat tidurnya di Kokos.

Sementara itu, John Clunies Ross mulai bertindak seperti seorang raja muda di pulau-pulau Kokos. Para kelasi kapal-kapal asing yang singgah di situ memperlakukannya demikian.

Hare, sebaliknya, melarang penumpang kapal asing mendarat di pulau-pulau “dia”. Sebagai akibat larangannya, dia makin dikucilkan oleh dunia luar. Paling tinggi, mereka mengabaikannya.

Ini ditambah lagi dengan prospek perekonomian yang suram di Kokos. Penjualan minyak kelapa, satu-satunya produk andalan bagi perekonomian Kokos, sangat merosot. Para pedagang di Batavia dan Singapura menawarkan harga beli yang makin murah dari minyak kelapa itu.

Lalu, suasana pemberontakan budak-budak Hare membuatnya makin kuatir. Sabotase dan penolakan untuk bekerja, termasuk sikap melawan wanita-wanita simpanannya,  muncul makin sering.

Juni 1831. Ogilvie, pengawas yang melayani Hare selama lebih dari dua puluh tahun, tidak muncul di pulau Beras. Dia ditemukan meninggal dunia di bangku tempat dia beristirahat. Tidak diketahui penyebab kematiannya.

Agustus 1831. Sarinten Jagolan, wanita Sunda; Kadarmina, wanita Batak; dan Nlaya, wanita Tanah Zulu, melarikan diri, diduga secara serentak. Yang mereka tinggalkan sebagai tanda bercerai dengan Hare adalah potongan-potongan gelang rotan di lengan kanan bagian atas.  Diduga mereka mendapat bantuan dari luar untuk melarikan diri. Tinggal sekarang tujuh selir Hare di bawah pengawasan Dishta.

Sarinten Jagolan adalah suatu hadiah seorang pangeran Priangan di Jawa Barat. Dia menjadi suatu imbalan dari pangeran itu kepada Hare yang memberinya sejumlah besar ganja.

Keputusan untuk Meninggalkan Kokos

Tekanan terhadap kehidupan Hare menjadi bertambah. Dia tidak saja kehilangan tiga orang selirnya. Dia juga sangat kehilangan Ogilvie. Kematian pengawasnya yang setia adalah suatu pukulan yang sangat berat baginya. Tanpa dia, Hare membayangkan suatu masa depan yang sulit di Kokos.

Home Island welcome Suatu pemberitahuan dalam bahasa Inggris dan Melayu khas Kokos di pulau Home

Menjelang satu pekan sesudah kematian Ogilvie, Hare—sekarang berusia lima puluh tahun—memberitahu Ross lewat sepucuk surat bahwa dia bersedia meninggalkan Kokos. Asal Ross bersedia membeli semua harta bendanya. Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja dia sudah pindah ke Ross. (Bersambung)

0 komentar: